POLITITUDE – Anggota Komisi VI DPR RI Firnando H. Ganinduto mengingatkan pemerintah agar waspada terhadap derasnya arus barang impor murah yang masuk ke Indonesia, terutama dari Tiongkok dan Thailand.
Ia menilai, gelombang produk asing berharga rendah tersebut sudah mengancam keberlangsungan industri baja, semen, dan tekstil nasional.
“Sangat serius. Baja, semen, tekstil—semuanya kena. Harga produk impor bisa jauh di bawah biaya produksi dalam negeri. Kalau impor terus dibiarkan dengan bea masuk nol persen, industri kita bisa habis,” ujar Firnando dalam wawancara bersama Jaringan Promedia, Selasa (7/10/2025).
Politisi Partai Golkar itu menegaskan, kebijakan perdagangan harus berpihak pada industri dalam negeri. Ia meminta pemerintah menerapkan mekanisme pengendalian impor berbasis kebutuhan riil, bukan sekadar membuka keran tanpa pertimbangan kapasitas produksi nasional.
“Aturannya harus tegas: impor hanya boleh masuk kalau produksi lokal sudah terserap penuh,” tegasnya.
Proteksi Pintar
Firnando menolak anggapan bahwa kebijakan pembatasan impor identik dengan proteksionisme ekstrem. Ia menyebut Indonesia memerlukan strategi “smart protection” yang menyeimbangkan antara daya saing global dan perlindungan bagi industri strategis.
“Saya bukan anti pasar bebas, tapi saya percaya pada proteksi pintar. Negara harus melindungi sektor yang strategis. Kalau industri dasar kita mati, kedaulatan ekonomi juga mati,” ujarnya.
Menurutnya, semua negara maju di dunia memiliki kebijakan proteksi cerdas terhadap industri dasarnya.
“Lihat Amerika Serikat, Tiongkok, atau Jepang — semua punya kebijakan proteksi untuk sektor baja dan manufaktur mereka. Tanpa itu, mereka tidak akan bertahan,” katanya.
Bangun Kemandirian Industri
Firnando menilai, solusi jangka panjang bukan hanya pembatasan impor, melainkan pembangunan industri dalam negeri yang efisien dan berdaya saing.
“Kita harus memperkuat hilirisasi dan industrialisasi. Jangan hanya jual bahan mentah. Nilai tambahnya harus diciptakan di dalam negeri,” katanya.
Ia menegaskan, tanpa keberanian memperkuat industri strategis dan mengatur arus impor, Indonesia akan sulit keluar dari jebakan sebagai pasar bagi produk luar negeri.
“Negara tanpa industrialisasi dan hilirisasi yang kuat akan terus bergantung pada barang impor. Itu bukan kedaulatan ekonomi,” ujar Firnando.***
